Laman

Rabu, 06 Oktober 2010

Garam Konsumsi Harga dinaikkan Hingga 30%

Rembang  
Produsen garam konsumsi di kabupaten Rembang yang masih berusaha terpaksa menaikkan harga jual sebagai imbas naiknya harga bahan baku di pasaran. Dipicu kelangkaan stok lokal, pengusaha garam terpaksa mendatangkan bahan baku dari Madura bahkan dari Australia.
H Pupon, pemilik industri garam konsumsi merk apel merah di tempat usahanya di desa Purworejo kecamatan Kaliori menjelaskan, stok garam rakyat/grosok yang dimiliknya saat ini sekitar 150 ribu ton, campuran antara garam produk Madura dan impor dari Australia. Garam dari Madura per kilogram dibeli seharga 1.100 rupiah sedangkan dari Ausrtalia seharga 850 rupiah.
Buruh Pabrik Garam
Menurut H Pupon, apabila bahan baku seluruhnya dibeli dari Madura jelas akan menguras modalnya dan harga jual dikhawatirkan ditolak pasar. Sementara apabila hanya menggunakan bahan baku dari Australia membutuhkan dua kali proses produksi karena butiran garam besar, harus dilembutkan terlebih dahulu.

Oleh karena itu tambah H Pupon, dia memutuskan mencampur bahan baku dari Madura dan Australia untuk produksi, meski garam briket/kotak yang dihasilkan berukuran lebih besar dari biasa yang dicetak. Karena harga bahan baku yang digunakan naik, dia terpaksa ikut menaikkan harga jual produksi. Semula garam briket semula dibanderol 950 per kilogram naik menjadi 1.300 rupiah dan garam halus dari harga 1.300 rupiah per kilogram menjadi 1.700 rupiah. Itupun dia memproduksi hanya memenuhi order, tidak untuk dijual bebas seperti biasanya.  

Sementara itu Rasmani, produsen garam konsumsi merek soka maju yang tinggal di desa sama saat ditemui menyebutkan, dia memutuskan untuk sementara berhenti produksi karena tidak ada oder. Sedangkan dia harus berpikir dua kali apabila nekat memproduksi di saat harga bahan baku naik lebih dari 100%, tidak berani mengambil resiko.

Untuk harga bahan baku garam grosok di pasaran terus melonjak seolah tanpa kendali. Awal September seharga 550 rupiah per kilogram, terus merambat naik hingga akhir bulan mencapai 1.000. Awal Oktober berada dikisaran 1.100 rupiah per kilogram dan akhir tahun diprediksi lebih tinggi lagi akibat kelangkaan stok.

Terpisah Kepala Dinperindagkop Rembang  Waluyo melalui Kabid Perindustrian Sudirman menyampaikan, fenomena alam kemarau basah atau musim kemarau yang sesekali masih disertai turunnya hujan menyebabkan sektor industri garam bahkan sempat mati suri. Terjadi kelangkaan stok garam rakyat akibat ribuan hektar tambak garam yang membentang mulai kecamatan Kaliori hingga Sarang sering mengalami gagal panen.

Menurut Sudirman, akibat kemarau basah menjadikan produksi garam tahun 2010 sangat rendah. Tahun lalu tercatat produksi garam rakyat sejumlah 145.733 ton, dengan waktu efektif usaha bulan Juli hingga Desember.
Sedangkan tahun ini jelas hasil produksi sangat jauh berkurang.

Sudirman menambahkan, pada bulan Agustus saja petani garam tidak maksimal mengerjakan tambak. Sedangkan waktu efektif juga lebih pendek berakhir pada bulan Oktober ini. Terjadi penurunan lebih dari 50% dibanding produksi tahun lalu. (hmy)