Wacana pengembangan bathik lssem kombinasi direalisasikan pemkab Rembang. Pertengahan tahun telah disalurkan sarana dan prasarana pendukung kepada kelompok usaha bersama (KUBE) bathik pantura dari kecamatan Lasem, guna memperlancar proses produksi.
Drs.Sudirman
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Drs Waluyo melalui Kepala Bidang Perindustrian Drs Sudirman di ruang kerjanya Sabtu kemarin menjelaskan, pengertian bathik kombinasi yakni memproduksi bathik lasem dengan dua metode. Untuk membuat pola-pola besar dan kecil yang rumit, dikerjakan menggunakan alat scaner atau dicetak, sedangkan finishing tetap memakai cara tulis.
Menurut Sudirman, pemkab Rembang melalui Dinperindagkop tahun ini telah menyalurkan sejumlah peralatan kepada kelompok usaha bersama (KUBE) Bathik Pantura, beranggotakan 20 pengrajin kelas menengah ke bawah. Antara lain scaner besar berukuran 1,2 X 2,5 meter, scaner kecil berukuran 30 X 30 centi meter dan meja cetak. Komplit senilai Rp 12,750 juta, dianggarkan dalam APBD induk tahun 2010.
Sudirman lebih lanjut menjelaskan, sebelumnya anggota KUBE diberi pelatihan mengoperasionalkan scaner selama dua minggu akhir bulan Juni lalu dan sejak Juli kemarin mulai memproduksi bathik kombinasi. Pola besar yang dicetak menggunakan alat scaner antara lain tiga negri, lung-lungan dan gentoro-gentiri.
Sudirman menambahkan, dari pendataan hasil produksi bathik lasem sejak KUBE bathik pantura mengoperasionalkan alat scaner, diketahui ada peningkatan. Semula per bulan total diproduksi sebanyak 1.438 potong, naik sekitar 30%. Dengan demikian jelas menguntungkan pengrajin bathik, khususnya anggota KUBE.
Ditegaskan Sudirman tidak perlu dikhawatirkan tentang kualitas bathik lasem murni tulis tangan. Karena bathik kombinasi juga finishing tetap dilakukan dengan tulis, bukan produk massal printing. Ke-dua produksi juga memiliki pasar yang berbeda, bathik kombinasi membidik pembeli kelas menengah ke bawah.
Untuk bathik tulis tangan yang biasa dipasarkan serharga antara Rp 150 ribu hingga 5 juta-an tak akan terpengaruh, karena sudah memilki segmen pasar tersendiri. Sedangkan bathik kombinasi nantinya dipasarkan di bawah Rp 100 ribu agar terjangkau oleh masyarakat.
Tahun ini bathik kombinasi difokuskan diproduksi dalam bentuk kain, berukuran 110 X 220 centimeter. Adapun tahun depan akan dikembangkan dalam bentuk baju, t shirt, tas dan sandal, dengan harga yang terjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Untuk pembiayaan rencana tersebut, Dinperindagkop Rembang mengajukan bantuan modal untuk KUBE, dalam RAPBD Kabupaten Rembang tahun 2011 dan mengajukannya ke APBD Propinsi Jawa tengah serta APBN.
Terpisah Santoso Ketua koperasi Bathik Lasem menyampaikan, langkah pemkab melakukan inovasi mengarahkan pengrajin menengah ke bawah memproduksi bathik kombinasi merupakan hal yang baik. Karena bertujuan memproduksi bathik lasem yang harganya terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat.
Bahkan rencana pengembangan desain memproduksi baju, t shirt, tas serta sandal berbahan bathik kombinasi harus didukung. Namun harus dipikirkan jalur pemasarannya, karena jangan sampai berhenti pada proses produksi tetapi tidak mampu menjual.
Santoso menambahkan, agar bathik lasem tetap menjadi komoditas unggulan berkualitas utama, sampai kapanpun hendaknya tidak diproduksi massal secara printing/cetak. Seperti halnya bathik dari dari daerah lain, setelah diproduksi massal dengan metode tersebut, berimbas pada bathik yang sepenuhnya dikerjakan tangan. Harga di pasaran anjlok karena segmen pembeli bergeser lebih menyukai bathik printing yang berharga murah.
Belum lagi serbuan batkik sutera baik asli maupun imitasi dari negara China bentuk jadi berupa baju. Di pasaran hanya dijual di bawah harga Rp 100 ribu. Menyebakan era persaingan dengan bathik lokal menjadi sangat ketat, diperlukan kiat khusus untuk mengantisipasinya. (hasan)
Menurut Sudirman, pemkab Rembang melalui Dinperindagkop tahun ini telah menyalurkan sejumlah peralatan kepada kelompok usaha bersama (KUBE) Bathik Pantura, beranggotakan 20 pengrajin kelas menengah ke bawah. Antara lain scaner besar berukuran 1,2 X 2,5 meter, scaner kecil berukuran 30 X 30 centi meter dan meja cetak. Komplit senilai Rp 12,750 juta, dianggarkan dalam APBD induk tahun 2010.
Sudirman lebih lanjut menjelaskan, sebelumnya anggota KUBE diberi pelatihan mengoperasionalkan scaner selama dua minggu akhir bulan Juni lalu dan sejak Juli kemarin mulai memproduksi bathik kombinasi. Pola besar yang dicetak menggunakan alat scaner antara lain tiga negri, lung-lungan dan gentoro-gentiri.
Sudirman menambahkan, dari pendataan hasil produksi bathik lasem sejak KUBE bathik pantura mengoperasionalkan alat scaner, diketahui ada peningkatan. Semula per bulan total diproduksi sebanyak 1.438 potong, naik sekitar 30%. Dengan demikian jelas menguntungkan pengrajin bathik, khususnya anggota KUBE.
Ditegaskan Sudirman tidak perlu dikhawatirkan tentang kualitas bathik lasem murni tulis tangan. Karena bathik kombinasi juga finishing tetap dilakukan dengan tulis, bukan produk massal printing. Ke-dua produksi juga memiliki pasar yang berbeda, bathik kombinasi membidik pembeli kelas menengah ke bawah.
Untuk bathik tulis tangan yang biasa dipasarkan serharga antara Rp 150 ribu hingga 5 juta-an tak akan terpengaruh, karena sudah memilki segmen pasar tersendiri. Sedangkan bathik kombinasi nantinya dipasarkan di bawah Rp 100 ribu agar terjangkau oleh masyarakat.
Tahun ini bathik kombinasi difokuskan diproduksi dalam bentuk kain, berukuran 110 X 220 centimeter. Adapun tahun depan akan dikembangkan dalam bentuk baju, t shirt, tas dan sandal, dengan harga yang terjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Untuk pembiayaan rencana tersebut, Dinperindagkop Rembang mengajukan bantuan modal untuk KUBE, dalam RAPBD Kabupaten Rembang tahun 2011 dan mengajukannya ke APBD Propinsi Jawa tengah serta APBN.
Terpisah Santoso Ketua koperasi Bathik Lasem menyampaikan, langkah pemkab melakukan inovasi mengarahkan pengrajin menengah ke bawah memproduksi bathik kombinasi merupakan hal yang baik. Karena bertujuan memproduksi bathik lasem yang harganya terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat.
Bahkan rencana pengembangan desain memproduksi baju, t shirt, tas serta sandal berbahan bathik kombinasi harus didukung. Namun harus dipikirkan jalur pemasarannya, karena jangan sampai berhenti pada proses produksi tetapi tidak mampu menjual.
Santoso menambahkan, agar bathik lasem tetap menjadi komoditas unggulan berkualitas utama, sampai kapanpun hendaknya tidak diproduksi massal secara printing/cetak. Seperti halnya bathik dari dari daerah lain, setelah diproduksi massal dengan metode tersebut, berimbas pada bathik yang sepenuhnya dikerjakan tangan. Harga di pasaran anjlok karena segmen pembeli bergeser lebih menyukai bathik printing yang berharga murah.
Belum lagi serbuan batkik sutera baik asli maupun imitasi dari negara China bentuk jadi berupa baju. Di pasaran hanya dijual di bawah harga Rp 100 ribu. Menyebakan era persaingan dengan bathik lokal menjadi sangat ketat, diperlukan kiat khusus untuk mengantisipasinya. (hasan)